Selasa, 07 Februari 2012

Psikologis anak-anak saat bercukur rambut

Ini adalah kecebongology.
Yang gue maksudkan bahwa setiap hal kecil mempunyai teori-teori yang kadang manusia nggak tau. Dan yang mau gue ceritakan adalah yang pernah gue alami semasa kecil.
Dulu bokap gue pernah membeli mesin pencukur rambut di sebuah pom bensin.
Dan gue heran itu pedagang kenapa bisa muncul di pom bensin?
Kenapa nggak di pasar yang lebih strategis. Sadisnya lagi, kenapa pedagang itu menawarkan ke bokap gue alat pencukur sementara bokap nggak punya skill mencukur rambut sama sekali??!
Akhirnya bokap pulang kerumah dengan wajah yang sumringah. Mungkin baginya dengan alat itu, kami sekeluarga bisa mengurangi jatah pengeluaran untuk ke pangkas rambut. Tapi bagi gue saat melihat alat pencukur di genggaman bokap, adalah hal yang mengerikan yang pernah gue alami.
Waktu itu umur gue sekitar 8 tahun dan duduk dibangku SD. Rambut gue udah harus dipotong walaupun poni gue masih sepanjang poninya tebek (artis cilik). Bokap langsung mengeluarkan senjata pencukurnya. Beliau membawa gue ke sebuah kursi yang dihadapannya terdapat sebuah cermin. Gue mau nangis. Alat pencukur mulai dihidupkan dan keringat mulai mengucur.
Perlahan alat itu mengenai kulit kepala, dan mengikis rambut-rambut gue yang malang. Detik-detik pertama masih terasa biasa. Makin kedepan rambut gue berubah jadi nggak karuan. Dan yang bikin gue tambah sedih,
RAMBUT GUE MIRIP TUKUL!
Walaupun pada zaman itu tukul belum terkenal, tapi gue tau suatu saat itu bakal jadi gaya rambut pelawak yang mukanya jelek! Gue nahan nangis. Hati gue patah. Gue jelek! Besok pasti jadi bahan olok-olokan temen-temen di sekolah. Akhirnya gue lari ke kamar.... galau.
Semenjak kejadian itu, gue ngambek. Makan yang biasanya 3 kali shari jadi 2 kali sehari, pake nambah. Gue terus-terusan dikamar, mogok tidur, sambil maen ps. Tapi kalo gue bosen, gue tidur. Sebelum tidur, gue memegangi kepala gue. Dan airmata kembali menetes.

Bokap yang prihatin dan merasa bersalah, akhirnya membuang alat pencukur miliknya, dan menguburnya dalam-dalam.

Saat gue dewasa, gue jadi gemar meneliti hal kecil. Termasuk, psikologis anak saat bokapnya memaksa untuk cukur rambut mereka.
Suatu ketika, gue ke sebuah barber untuk bercukur. Disana udah ngantri seorang bapak beserta anaknya. Sang anak nampak gelisah. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya putih, dan tititnya terus dipegangin sangking gelisahnya. Gue terus merhatiin tingkah anak malang itu. Gue tau banget apa yang dia rasakan saat itu. Sampe akhirnya tukang cukur memanggilnya. Anak itu keliatan shock. Tititnya dipegang erat-erat. Bokapnya terlihat santai dengan senyum sumringah.
Perlahan rambut anak itu mulai dipangkas. Wajahnya parau, tapi mencoba tenang. Helai-helai rambut berjatuhan sampai akhirnya rambut anak itu tak bersisa, dengan kata lain kepalanya BOTAK!
Anak tampan itu berubah seperti ozi syahputra. Terlihat air mata yang menggumpal dimatanya. Bibirnya bergetar, namun masih mencoba tenang dan perlahan turun dari kursi panas.
Gue bertanya kepada anak malang itu,
"Dek, kamu sedih ya?"
Anak itu hanya menggeleng dengan wajah lesu.
Pemandangan yang miris, dimana sang anak ingin sekali mempunyai rambut seperti idola mereka, Andika (kangen band), namun peraturan sekolah menuntut harus mencukur rambut. Dan bokap-bokap mereka tersenyum bangga melihat anaknya menjadi seperti tukul atau malah tuyul gagal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar